tugas sofskill bahasa indonesia 2

Senin, 17 Oktober 2011

TUGAS SOFTSKILL BAHASA INDONESIA 2

Pengertian Diksi atau Pilihan kata, Gaya bahasa

Jika kita menulis atau berbicara, kita selalu menggunakan kata. Kata tersebut dibentuk menjadi kelompok kata, klausa, kalimat, paragraph dan akhirnya sebuah wacana.
Di dalam sebuah karangan, diksi bisa diartikan sebagai pilihan kata pengarang untuk menggambarkan sebuah cerita. Diksi bukan hanya berarti pilih memilih kata melainkan digunakan untuk menyatakan gagasan atau menceritakan peristiwa tetapi juga meliputi persoalan gaya bahasa, ungkapan-ungkapan dan sebagainya. Gaya bahasa sebagai bagian dari diksi yang bertalian dengan ungkapan-unkapan individu atau karakteristik, atau memiliki nilai artistik yang tinggi.

Sebelum menentukan pilihan kata, penulis harus memperhatikan dua hal pokok, yakni: masalah makna dan relasi makna.
•        Makna sebuah kata / sebuah kalimat mrpkan makna yang tidak selalu berdiri sendiri. Adapun makna menurut (Chaer, 1994: 60) terbagi atas beberapa kelompok yaitu :
1.      Makna Leksikal :  makna yang sesuai dengan referennya, sesuai dengan hasil observasi alat indera / makna yg sungguh-sungguh nyata dlm kehidupan kita. Contoh: Kata tikus, makna leksikalnya adalah binatang yang menyebabkan timbulnya penyakit (Tikus itu mati diterkam kucing).
Makna Gramatikal : untuk menyatakan makna-makna atau nuansa-nuansa makna gramatikal, untuk menyatakan makna jamak bahasa Indonesia, menggunakan proses reduplikasi seperti kata: buku yg bermakna “sebuah buku,” menjadi buku-buku yang bermakna “‘ banyak buku.”
2.      Makna Referensial dan Nonreferensial : Makna referensial & nonreferensial perbedaannya adalah berdasarkan ada tidaknya referen dari kata-kata itu. Maka kata-kata itu mempunyai referen, yaitu sesuatu di luar bahasa yang diacu oleh kata itu. Kata bermakna referensial, kalau mempunyai referen, sedangkan kata bermakna nonreferensial kalau tidak memiliki referen. Contoh: Kata meja dan kursi (bermakna referen). Kata karena dan tetapi (bermakna nonreferensial).
3.      Makna Denotatif dan Konotatif
Makna denotatif adalah makna asli, makna asal atau makna sebenarnya yang dimiliki sebuah leksem. Contoh: Kata kurus, bermakna denotatif keadaan tubuhnya yang lebih kecil & ukuran badannya normal.  Makna konotatif adalah: makna lain yang ditambahkan pada makna denotatif tadi yang berhubungan dengan nilai rasa orang / kelompok orang yang menggunakan kata tersebut. Contoh: Kata kurus pada contoh di atas bermakna konotatif netral, artinya tidak memiliki nilai rasa yang mengenakkan, tetapi kata ramping bersinonim dengan kata kurus itu memiliki konotatif positif, nilai yang mengenakkan. Orang akan senang bila dikatakan ramping.






PENGERTIAN DAN CIRI – CIRI KALIMAT EFEKTIF

Pengertian Kalimat Efektif
Kalimat efektif adalah kalimat yang mengungkapkan pikiran atau gagasan yang disampaikan sehingga dapat dipahami dan dimengerti oleh orang lain.
Kalimat efektif syarat-syarat sebagai berikut:
1.secara tepat mewakili pikiran pembicara atau penulisnya.
2.mengemukakan pemahaman yang sama tepatnya antara pikiran pendengar atau pembaca dengan yang dipikirkan pembaca atau penulisnya.
Ciri-Ciri Kalimat Efektif
1.Kesepadanan
Suatu kalimat efektif harus memenuhi unsur gramatikal yaitu unsur subjek (S), predikat (P), objek (O), keterangan (K). Di dalam kalimat efektif harus memiliki keseimbangan dalam pemakaian struktur bahasa.
Contoh:
Budi (S) pergi (P) ke kampus (KT).
Tidak Menjamakkan Subjek
Contoh:
Tomi pergi ke kampus, kemudian Tomi pergi ke perpustakaan (tidak efektif)
Tomi pergi ke kampus, kemudian ke perpustakaan (efektif)
2.Kecermatan Dalam Pemilihan dan Penggunaan Kata
Dalam membuat kalimat efektif jangan sampai menjadi kalimat yang ambigu (menimbulkan tafsiran ganda).
Contoh:
Mahasiswa perguruan tinggi yang terkenal itu mendapatkan hadiah (ambigu dan tidak efektif).
Mahasiswa yang kuliah di perguruan tinggi yang terkenal itu mendapatkan hadiah (efektif).
3.Kehematan
Kehematan dalam kalimat efektif maksudnya adalah hemat dalam mempergunakan kata, frasa, atau bentuk lain yang dianggap tidak perlu, tetapi tidak menyalahi kaidah tata bahasa. Hal ini dikarenakan, penggunaan kata yang berlebih akan mengaburkan maksud kalimat. Untuk itu, ada beberapa kriteria yang perlu diperhatikan untuk dapat melakukan penghematan, yaitu:
a. Menghilangkan pengulangan subjek.
b. Menghindarkan pemakaian superordinat pada hiponimi kata.
c. Menghindarkan kesinoniman dalam satu kalimat.
d. Tidak menjamakkan kata-kata yang berbentuk jamak.
Contoh:
Karena ia tidak diajak, dia tidak ikut belajar bersama di rumahku. (tidak efektif)
Karena tidak diajak, dia tidak ikut belajar bersama di rumahku. (efektif)
Dia sudah menunggumu sejak dari pagi. (tidak efektif)
Dia sudah menunggumu sejak pagi. (efektif)
4.Kelogisan
Kelogisan ialah bahwa ide kalimat itu dapat dengan mudah dipahami dan penulisannya sesuai dengan ejaan yang berlaku. Hubungan unsur-unsur dalam kalimat harus memiliki hubungan yang logis/masuk akal.
Contoh:
Untuk mempersingkat waktu, kami teruskan acara ini. (tidak efektif)
Untuk menghemat waktu, kami teruskan acara ini. (efektif)
5.Kesatuan atau Kepaduan
Kesatuan atau kepaduan di sini maksudnya adalah kepaduan pernyataan dalam kalimat itu, sehingga informasi yang disampaikannya tidak terpecah-pecah. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk menciptakan kepaduan kalimat, yaitu:
a. Kalimat yang padu tidak bertele-tele dan tidak mencerminkan cara berpikir yang tidak simetris.
b. Kalimat yang padu mempergunakan pola aspek + agen + verbal secara tertib dalam kalimat-kalimat yang berpredikat pasif persona.
c. Kalimat yang padu tidak perlu menyisipkan sebuah kata seperti daripada atau tentang antara predikat kata kerja dan objek penderita.
Contoh:
Kita harus dapat mengembalikan kepada kepribadian kita orang-orang kota yang telah terlanjur meninggalkan rasa kemanusiaan itu. (tidak efektif)
Kita harus mengembalikan kepribadian orang-orang kota yang sudah meninggalkan rasa kemanusiaan. (efektif)
Makalah ini membahas tentang teknologi fiber optik. (tidak efektif)
Makalah ini membahas teknologi fiber optik. (efektif)
6.Keparalelan atau Kesajajaran
Keparalelan atau kesejajaran adalah kesamaan bentuk kata atau imbuhan yang digunakan dalam kalimat itu. Jika pertama menggunakan verba, bentuk kedua juga menggunakan verba. Jika kalimat pertama menggunakan kata kerja berimbuhan me-, maka kalimat berikutnya harus menggunakan kata kerja berimbuhan me- juga.
Contoh:
Kakak menolong anak itu dengan dipapahnya ke pinggir jalan. (tidak efektif)
Kakak menolong anak itu dengan memapahnya ke pinggir jalan. (efektif)
Anak itu ditolong kakak dengan dipapahnya ke pinggir jalan. (efektif)
Harga sembako dibekukan atau kenaikan secara luwes. (tidak efektif)
Harga sembako dibekukan atau dinaikkan secara luwes. (efektif)
7.Ketegasan
Ketegasan atau penekanan ialah suatu perlakuan penonjolan terhadap ide pokok dari kalimat. Untuk membentuk penekanan dalam suatu kalimat, ada beberapa cara, yaitu:
a. Meletakkan kata yang ditonjolkan itu di depan kalimat (di awal kalimat).
Contoh:
Harapan kami adalah agar soal ini dapat kita bicarakan lagi pada kesempatan lain.
Pada kesempatan lain, kami berharap kita dapat membicarakan lagi soal ini. (ketegasan)
Presiden mengharapkan agar rakyat membangun bangsa dan negara ini dengan kemampuan yang ada pada dirinya.
Harapan presiden ialah agar rakyat membangun bangsa dan negaranya. (ketegasan)
b. Membuat urutan kata yang bertahap.
Contoh:
Bukan seribu, sejuta, atau seratus, tetapi berjuta-juta rupiah, telah disumbangkan kepada anak-anak terlantar. (salah)
Bukan seratus, seribu, atau sejuta, tetapi berjuta-juta rupiah, telah disumbangkan kepada anak-anak terlantar. (benar)
c. Melakukan pengulangan kata (repetisi).
Contoh:
Cerita itu begitu menarik, cerita itu sangat mengharukan.
d. Melakukan pertentangan terhadap ide yang ditonjolkan.
Contoh:
Anak itu bodoh, tetapi pintar.
e. Mempergunakan partikel penekanan (penegasan), seperti: partikel –lah, -pun, dan –kah.
Contoh:
Dapatkah mereka mengerti maksud perkataanku?
Dialah yang harus bertanggung jawab dalam menyelesaikan tugas ini.
PENGERTIAN MAJAS ATAU GAYA BAHASA
Majas atau gaya bahasa adalah pemanfaatan kekayaan bahasa, pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu, keseluruhan ciri bahasa sekelompok penulis sastra dan cara khas dalam menyampaikan pikiran dan perasaan, baik secara lisan maupun tertulis.
MACAM – MACAM GAYA BAHASA ATAU MAJAS

Majas perbandingan

1.      Alegori: Menyatakan dengan cara lain, melalui kiasan atau penggambaran.
Contoh:Perjalanan hidup manusia seperti sungai yang mengalir menyusuri tebing-tebing, yang kadang-kadang sulit ditebak kedalamannya, yang rela menerima segala sampah, dan yang pada akhirnya berhenti ketika bertemu dengan laut.
1.      Alusio: Pemakaian ungkapan yang tidak diselesaikan karena sudah dikenal.
Contoh: Sudah dua hari ia tidak terlihat batang hidungnya.
1.      Simile: Pengungkapan dengan perbandingan eksplisit yang dinyatakan dengan kata depan dan penghubung, seperti layaknya, bagaikan, " umpama", "ibarat","bak", bagai". contoh: Kau umpama air aku bagai minyaknya, bagaikan Qais dan Laila yang dimabuk cinta berkorban apa saja.
2.    Metafora: Pengungkapan berupa perbandingan analogis dengan menghilangkan kata seperti layaknya, bagaikan, dll. contoh: Waspadalah terhadap lintah darat
3.     Antropomorfisme: Metafora yang menggunakan kata atau bentuk lain yang berhubungan dengan manusia untuk hal yang bukan manusia.
4.    Sinestesia: Majas yang berupa suatu ungkapan rasa dari suatu indra yang dicurahkan lewat ungkapan rasa indra lainnya.
5.     Antonomasia: Penggunaan sifat sebagai nama diri atau nama diri lain sebagai nama jenis.
6.     Aptronim: Pemberian nama yang cocok dengan sifat atau pekerjaan orang.
7.     Metonimia: Pengungkapan berupa penggunaan nama untuk benda lain yang menjadi merek, ciri khas, atau atribut.
8.     Hipokorisme: Penggunaan nama timangan atau kata yang dipakai untuk menunjukkan hubungan karib.
9.     Litotes: Ungkapan berupa penurunan kualitas suatu fakta dengan tujuan merendahkan diri.
10.                        Hiperbola: Pengungkapan yang melebih-lebihkan kenyataan sehingga kenyataan tersebut menjadi tidak masuk akal.
11.   Personifikasi: Pengungkapan dengan menggunakan perilaku manusia yang diberikan kepada sesuatu yang bukan manusia.
12. Depersonifikasi: Pengungkapan dengan tidak menjadikan benda-benda mati atau tidak bernyawa.
13.  Pars pro toto: Pengungkapan sebagian dari objek untuk menunjukkan keseluruhan objek.
14. Totum pro parte: Pengungkapan keseluruhan objek padahal yang dimaksud hanya sebagian.
15. Eufimisme: Pengungkapan kata-kata yang dipandang tabu atau dirasa kasar dengan kata-kata lain yang lebih pantas atau dianggap halus.
16.  Disfemisme: Pengungkapan pernyataan tabu atau yang dirasa kurang pantas sebagaimana adanya.
17. Fabel: Menyatakan perilaku binatang sebagai manusia yang dapat berpikir dan bertutur kata.
18. Parabel: Ungkapan pelajaran atau nilai tetapi dikiaskan atau disamarkan dalam cerita.
19. Perifrase: Ungkapan yang panjang sebagai pengganti ungkapan yang lebih pendek.
20.                      Eponim: Menjadikan nama orang sebagai tempat atau pranata.
21. Simbolik: Melukiskan sesuatu dengan menggunakan simbol atau lambang untuk menyatakan maksud.
22.                       Asosiasi: perbandingan terhadap dua hal yang berbeda, namun dinyatakan sama.

Majas sindiran


1.      Ironi: Sindiran dengan menyembunyikan fakta yang sebenarnya dan mengatakan kebalikan dari fakta tersebut.seperti
2.    Sarkasme: Sindiran langsung dan kasar.
3.     Sinisme: Ungkapan yang bersifat mencemooh pikiran atau ide bahwa kebaikan terdapat pada manusia (lebih kasar dari ironi).
4.    Satire: Ungkapan yang menggunakan sarkasme, ironi, atau parodi, untuk mengecam atau menertawakan gagasan, kebiasaan, dll.
5.     Innuendo: Sindiran yang bersifat mengecilkan fakta sesungguhnya.

Majas penegasan


1.      Apofasis: Penegasan dengan cara seolah-olah menyangkal yang ditegaskan.
2.    Pleonasme: Menambahkan keterangan pada pernyataan yang sudah jelas atau menambahkan keterangan yang sebenarnya tidak diperlukan.
3.     Repetisi: Perulangan kata, frase, dan klausa yang sama dalam suatu kalimat.
4.    Pararima: Pengulangan konsonan awal dan akhir dalam kata atau bagian kata yang berlainan.
5.     Aliterasi: Repetisi konsonan pada awal kata secara berurutan.
6.     Paralelisme: Pengungkapan dengan menggunakan kata, frase, atau klausa yang sejajar.
7.     Tautologi: Pengulangan kata dengan menggunakan sinonimnya.
8.     Sigmatisme: Pengulangan bunyi "s" untuk efek tertentu.
9.     Antanaklasis: Menggunakan perulangan kata yang sama, tetapi dengan makna yang berlainan.
10.                        Klimaks: Pemaparan pikiran atau hal secara berturut-turut dari yang sederhana/kurang penting meningkat kepada hal yang kompleks/lebih penting.
11.   Antiklimaks: Pemaparan pikiran atau hal secara berturut-turut dari yang kompleks/lebih penting menurun kepada hal yang sederhana/kurang penting.
12. Inversi: Menyebutkan terlebih dahulu predikat dalam suatu kalimat sebelum subjeknya.
13.  Retoris: Ungkapan pertanyaan yang jawabannya telah terkandung di dalam pertanyaan tersebut.
14. Elipsis: Penghilangan satu atau beberapa unsur kalimat, yang dalam susunan normal unsur tersebut seharusnya ada.
15. Koreksio: Ungkapan dengan menyebutkan hal-hal yang dianggap keliru atau kurang tepat, kemudian disebutkan maksud yang sesungguhnya.
16.  Polisindenton: Pengungkapan suatu kalimat atau wacana, dihubungkan dengan kata penghubung.
17. Asindeton: Pengungkapan suatu kalimat atau wacana tanpa kata penghubung.
18. Interupsi: Ungkapan berupa penyisipan keterangan tambahan di antara unsur-unsur kalimat.
19. Ekskalamasio: Ungkapan dengan menggunakan kata-kata seru.
20.                      Enumerasio: Ungkapan penegasan berupa penguraian bagian demi bagian suatu keseluruhan.
21. Preterito: Ungkapan penegasan dengan cara menyembunyikan maksud yang sebenarnya.
22.                       Alonim: Penggunaan varian dari nama untuk menegaskan.
23.                        Kolokasi: Asosiasi tetap antara suatu kata dengan kata lain yang berdampingan dalam kalimat.
24.                       Silepsis: Penggunaan satu kata yang mempunyai lebih dari satu makna dan yang berfungsi dalam lebih dari satu konstruksi sintaksis.
25.                       Zeugma: Silepsi dengan menggunakan kata yang tidak logis dan tidak gramatis untuk konstruksi sintaksis yang kedua, sehingga menjadi kalimat yang rancu.
MAJAS PERTENTANGAN
1.      Paradoks: Pengungkapan dengan menyatakan dua hal yang seolah-olah bertentangan, namun sebenarnya keduanya benar.
2.    Oksimoron: Paradoks dalam satu frase.
3.     Antitesis: Pengungkapan dengan menggunakan kata-kata yang berlawanan arti satu dengan yang lainnya.
4.    Kontradiksi interminus: Pernyataan yang bersifat menyangkal yang telah disebutkan pada bagian sebelumnya.
5.     Anakronisme: Ungkapan yang mengandung ketidaksesuaian dengan antara peristiwa dengan waktunya.
SUMBER : http://www.google.com/